Pages

Selasa, 24 Maret 2015

Karakter Conan Doyle, Agatha Christie, dan Sidney Sheldon

Tiga penulis cerita misteri favorit saya. Saya adalah penggemar novel bergenre misteri. Sir Arthur Conan Doyle, tentu saja lewat tokoh legendaris Sherlock Holmes dan dr. Watson. Agatha Christie dengan tokoh detektifnya yang sombong dan penyuka kerapian: Hercule Poirot. Sydney Sheldon dengan tokoh-tokohnya seperti Dana Evans, Jennifer Parker, dan beberapa tokoh lain yang selalu tidak sama di setiap judul. Semua memiliki gaya penulisan yang unik dan berbeda. Apa itu?

Sir Arthur Conan Doyle
Gaya penceritaannya sederhana tapi detail. Holmes dalam menyelesaikan kasusnya bertumpu pada detail-detail fakta yang terlihat di lapangan seperti sidik jari dan jejak kaki di tanah berlumpur. Kesimpulan-kesimpulan yang ia buat bertumpu pada fakta yang sangat lemah — kalau mau jujur. Agak sulit dibayangkan kalau di dunia nyata ada fakta-fakta seperti dalam cerita kasus-kasus Holmes. Terlalu dramatis.
Tapi justru di situlah kekuatannya. Alur cerita menjadi sangat enak diikuti. Apalagi karakter Holmes sangat khas: cerdas, agak meremehkan rekannya Watson, dan kurang bisa berteman. Di cerita ini, dinas kepolisian dibuat bodoh dan memiliki rasa hormat yang sedikit berlebihan terhadap detektif swasta ini. Alur dan fakta yang sederhana terkadang membuat akhir cerita mudah ditebak — misalnya siapa pembunuh utamanya.
Agatha Christie
Hercule Poirot adalah tokoh detektif swasta yang memiliki metode nyaris bertolak belakang dengan Holmes. Sidik jari dan jejak kaki sudah ketinggalan jaman. Baginya, penyelesaian kasus bukan didapat dari mengendus-endus ke sana ke mari seperti anjing pemburu, tetapi cukup duduk diam dan berpikir.
Biarkan sel-sel kecil berwarna kelabu itu bekerja dengan rapi dan metodis
Kutipan yang sangat terkenal dari Poirot. Ia tertarik menyelesaikan sebuah kasus lewat sisi psikologis — motif, siapa yang paling diuntungkan dan dirugikan.
Karena itulah, hampir semua novel Agatha Christie memiliki terlalu banyak tokoh. Terlalu banyak dialog yang membosankan. Di sinilah uniknya Agatha Christie. Ia menyisipkan fakta-fakta yang benar sekaligus fakta penyesatnya di semua bagian novel. Ia memancing pembaca menebak-nebak, siapa sang pembunuh. Dan di akhir cerita, biasanya si pembunuh adalah orang yang sama sekali tidak dicurigai oleh pembaca. Baru setelah membaca puluhan novelnya, kemarin saya bisa menebak dengan tepat si pembunuh dalam novel Death in the Clouds.
Dibandingkan Holmes, Poirot jauh lebih banyak meracuni otak saya. Saya tertarik kepribadiannya yang khas. Sombong, fanatik terhadap simetri dan kerapian. Ia biasa dicela banyak orang karena penampilannya yang aneh (kumis besar, dan melebih-lebihkan sikap asingnya). Namun sejatinya, ia sangat baik hati. Ia beberapa kali membantu orang yang kesulitan dengan tulus, mendonasikan sejumlah besar uang kepada yayasan jompo, dsb. Saya tertarik dengan caranya berbicara — sedikit bertele-tele, namun sangat runut, struktural dan metodis.
Sidney Sheldon
Raja kejutan, itulah Sidney Sheldon. Novel-novelnya beralur pendek-pendek, dan melompat-lompat. Satu kejadian singkat di sini, melompat kejadian singkat di sana, dan begitu terus sampai akhir novel dengan diselingi kejutan-kejutan yang membuat pembaca terpesona. Kalau urusan membuat cerita kejar-kejaran yang menegangkan, ialah ahlinya. Bagaimana tokoh utama berkali-kali beruntung lolos dari jebakan maut penjahat diceritakan dengan sempurna olehnya.
Dari novel Sidney Sheldon pula saya belajar mengapresiasi akhir yang sedih (sad ending). Sebelum itu, saya paling tidak suka kalau suatu cerita berakhir tidak dengan happy ending. Tapi ketika membaca cara Sidney Sheldon mengakhiri jalinan kisah Jennifer Parker di Rage of Angels (Malaikat Keadilan), saya mulai bisa menyukai sebuah akhir yang sedih.
Akhir yang rasional dan masuk akal. Sekarang saya bertanya, mana yang lebih Anda suka:
  • Sebuah cinta segitiga. Sang tokoh utama mencintai orang yang tidak dapat mencintainya. Ia lebih memilih orang ketiga. Sang tokoh utama kecewa. Tapi ia bersikap jantan dengan membiarkan orang yang dicintainya memilih orang yang bukan dirinya. Cerita berakhir.
  • Sebuah cinta segitiga. Sang tokoh utama kecewa. Ia bersikap jantan. Namun di menit terakhir, cintanya kembali sambil berkata, “Aku tak harus kemana-mana. Cinta sejatiku ada di sini.” Sang tokoh utama tersenyum, dan mereka berdua berbahagia. Cerita berakhir.

0 komentar:

Posting Komentar